Kerancuan di Balik Aktivasi Otak Tengah
Sumber: Kompas, 8 April 2011
Judul buku: Membongkar Aktivasi Otak Tengah, Penemuan Terbesar di Dunia atau Penipuan Terbesar di Indonesa
Penulis: Arif Virkill Yulian
Penerbit: Galang Press, Yogyakarta
Cetakan: Pertama, 2011
Tebal buku: 150 halama
Peresensi: Danuji Ahmad
Ada sebuah lelucon menarik, menggelitik, sekaligus asyik untuk kita simak bersama. Lelucon itu penulis dapat dari seorang guru sekolah dasar(SD), sewaktu penulis masih anak-anak. Kira-kira lelucon itu seperti ini ;“Otak orang mana yang ketika dijual harganya paling mahal, tentu adalah otak orang Indonesia, sebab barangnya masih bagus, karena sering tidak digunakan”, begitulah ujar guru SD itu. Semalaman penulis tidak bisa tidur karena memikirkan apa yang dikatakan guru SD tersebut. Mengapa bisa ya ?, itulah sebuah pertanyaan yang terus mengganjal dalam pikiran penulis.
Akhirnya penulis mendapatkan jawaban dari lelucon guru SD itu, kira-kira jawaban itu seperti ini; Ternyata masyarakat Indonesia itu lebih menyukai hal-hal yang pragmatis, mementingkan hasil tanpa memperhatikan sebuah proses, akhirnya menghasilkan gaya hidup yang tidak produktif, kreatif, dan bahkan terkadang dapat menumpulkan daya kritis. Inilah yang kemudian jika dibudayakan terus-menerus, akan membuat daya kritis otak semakin berkurang.
Buku yang berjudul “Membongkar Aktivasi Otak Tengah, Penemuan Terbesar di Dunia atau Penipuan Terbesar di Indonesa”, karya Arif Virkill Yulian kurang lebih akan membahas seputar pola pikir masyarakat Indonesia yang cenderung instan. Akibatnya, ketika bisnis aktivasi otak tengah (Mesenchepalon) di buka di Indonesia, masyarakat Indonesia berbondong-bondong mengikutsertakan anaknya dalam progam ini. Animo masyarakat Indonesia yang tinggi ini, lahir karena progam yang di tawarkan aktivasi otak tengah ini cukup menggiurkan. Mampu membaca dengan mata tertutup, siapa sih yang tidak mau?. Tetapi, apa benar setelah otak tengah di aktivasi bisa membaca dengan mata tertutup, itu yang coba di bongkar dalam buku ini.
Otak tengah (mesenchepalon) sebenarnya bukan fenomena baru dalam dunia medis. Tetapi, sebagaimana Charles Darwin dengan teori evolusinya, kedatangan teori otak tengah juga disambut dengan pijar-pijar kontrovesi. Sudah pasti, ada yang pro dan kontra. Itu sudah lumrah dalam dunia keilmuan. Tetapi kedatangan teori otak tengah ini telah membuat geger dunia kedokteran dan para ilmuan. Apalagi keberadaanya justru diselewengkan dan disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan bisnis dan komediti semata.
Bersadarkan pengertian dari buku, Neuroanatomy Trough Clinical Cases, otak tengah secara anatomik adalah bagian penghubung forebrain dan hindbrain. Otak Tengah adalah tempat perlintasan arus elektrik, zat-zat neurokimia dari batang otak menuju otak besar, gangguan pada daerah ini dapat mengakibatkan terganggunya kesadaran. Dia tidak bisa berkerja sendiri untuk men-support tubuh manusia, dia juga merupakan bagian dari sistem limbik dan hipolatamus dalam menghatarkan impuls-impuls tersebut.(hal 33)
Tetapi dalam perkembangannya, teori otak tengah justru di selewengkan. Anehnya penyelewengan itu tumbuh subur di Indonesia. Otak tengah dalam arti fungsi dan kegunaanya telah diselewengkan untuk kepentingan bisnis dengan menawarkan berbagai macam fungsi yang keluar dari pengertian awalnya. Adalah kebanyakan otak tengah pada manusia itu tidak aktif, sehingga perlu di aktifkan, kemudian muncullah istilah aktivasi otak tengah itu sendiri.
Bahkan yang lebih mengerikan, aktivasi otak tengah bisa membuat orang bisa membaca dengan mata tertutup, membuat kerja otak lebih ekstra, menyetabilkan otak kanan dan otak kiri, membuat hormon tubuh stabill. Aktivasi otak tengah juga akan melipat gandakan kecerdasan otak secara dramatis dalam waktu yang singkat.
Teori otak tengah akhirnya melembaga serta di jadikan bisnis yang paling menggiurkan dewasa ini. Lembaga aktivasi otak tengah itu pertama kali berdiri di Malaysia dengan nama Genius Mind Consultancy (GMC) dengan anak-anak usia 5-15 tahun sebagai objek sasarannya dengan ongkos 3,5 hingga 5 juta per-anak.
Terkait dengan jasa-jasa itu, orang Indonesia tentu menempati posisi pertama yang tergiur untuk melakukan aktivasi otak tengah. Sudah pasti masyarakat Indonesia menyukai hal-hal yang pragmatis, instan apalagi program aktivasi otak tengah menawarkan jasa yang begitu menggiurkan, membaca dengan mata tertutup, melipat gandakan kerja otak secara dramatis. Tetapi benarkah setelah otak tengah di aktivasi orang bisa membaca dengan mata tertutup serta lainya?. Inilah fungsi penting hadirnya buku yang berjudul Membongkar Aktivasi Otak Tengah, karya Arif Virkill Yulian ini.
Dalam buku setebal 150 halam ini akan mengoreksi beberapa kerancuan di balik aktivasi otak tengah dengan berbagai jasa yang di tawarkan. Utamanya jasa yang menawarkan bisa membaca dengan mata tertutup. Arif Virkill Yulian penulis buku ini merasakan ada banyak kejanggalan, utamanya yang berkaitan dengan aktivasi otak tengah bisa membuat anak bisa membaca dengan mata tertutup. Sebab bagi penulis buku ini, tidak ada teori manapun yang bisa menjelaskan ada hal tersebut. Oleh sebab itu penulis mengadakan sayembara siapapun yang bisa membaca dengan mata tertutup hasil dari aktivasi otak tengah, akan mendapatkan beasiswa senilai 25 juta.
Kejanggalan-kejanggala lain dari jasa aktivasi otak tengah akan di bahas dalam buku ini dengan rinci, kritis, sitematis serta di sertai data-data dan argumentasi dari sumber terpercaya. Sungguh hadirnya buku ini sangat penting untuk di baca, utamanya bagi pemerhati pendidikan anak, sebab hadirnya bisnis aktivasi otak tengah yang berkembang dan menjadi trend masyarakat Indonesia, sungguh sangat membahayakan, utamanya bagi genarasi penerus bangsa, anak-anak Indonesia.
Minggu, 27 November 2011
Tugas Bahasa Indonesia: Kata Baku
Tidur yang cukup sangat penting untuk menjaga kesehatan fisik dan psikologi. Memejamkan mata barang sejenak di siang hari juga efektif mengusir rasa lelah. Akan tetapi tidak semua orang disarankan untuk tidur siang karena bisa merugikan.
Jika Anda tidak punya masalah dengan tidur di malam hari, meluangkan waktu sejenak untuk tidur di siang hari memang bisa memberi manfaat positif. Penelitian di tahun 2008 menunjukkan tidur siang 45 menit bisa meningkatkan fungsi memori, menurunkan tekanan darah dan meredakan stres.
Namun untuk orang-orang yang menderita gangguan tidur seperti insomnia, tidur siang justru akan kontraproduktif. "Tidur siang, bahkan hanya sebentar bisa mengurangi rasa kantuk di siang hari," Ralp Downey III, Phd, direktur Sleep Disorders Center.
Ia menambahkan, tidur siang akan efektif untuk orang-orang yang menderita gangguan tidur temporer, misalnya karena sedang menderita penyakit tertentu atau insomnia akibat jet lag.
Pada anak-anak, tambahan jam tidur di siang hari biasanya tidak mutlak diperlukan jika ia sudah berusia 3 tahun ke atas. Anak-anak memerlukan tidur siang jika kebutuhan tidurnya di malam hari tidak terpenuhi. Selain itu, anak yang terlihat rewel di malam hari karena kelelahan sebaiknya dijadwalkan untuk tidur siang.
Paragraf pertama:
Kata barang diganti dengan hanya
Kata mengusir diganti dengan menghilangkan
Paragraf ketiga:
Kata temporer diganti dengan sementara
Kata jet lag diganti dengan keletihan
Jika Anda tidak punya masalah dengan tidur di malam hari, meluangkan waktu sejenak untuk tidur di siang hari memang bisa memberi manfaat positif. Penelitian di tahun 2008 menunjukkan tidur siang 45 menit bisa meningkatkan fungsi memori, menurunkan tekanan darah dan meredakan stres.
Namun untuk orang-orang yang menderita gangguan tidur seperti insomnia, tidur siang justru akan kontraproduktif. "Tidur siang, bahkan hanya sebentar bisa mengurangi rasa kantuk di siang hari," Ralp Downey III, Phd, direktur Sleep Disorders Center.
Ia menambahkan, tidur siang akan efektif untuk orang-orang yang menderita gangguan tidur temporer, misalnya karena sedang menderita penyakit tertentu atau insomnia akibat jet lag.
Pada anak-anak, tambahan jam tidur di siang hari biasanya tidak mutlak diperlukan jika ia sudah berusia 3 tahun ke atas. Anak-anak memerlukan tidur siang jika kebutuhan tidurnya di malam hari tidak terpenuhi. Selain itu, anak yang terlihat rewel di malam hari karena kelelahan sebaiknya dijadwalkan untuk tidur siang.
Paragraf pertama:
Kata barang diganti dengan hanya
Kata mengusir diganti dengan menghilangkan
Paragraf ketiga:
Kata temporer diganti dengan sementara
Kata jet lag diganti dengan keletihan
Kamis, 13 Oktober 2011
Teknologi-teknologi Telematika di Indonesia
TECHNOPRENEURSHIP : Inkubator Bisnis Berbasis Teknologi
Perubahan demi perubahan yang terjadi dari suatu zaman ke zaman berikutnya telah mengantarkan manusia memasuki era digital, suatu era yang seringkali menimbulkan pertanyaan : apakah kita masih hidup di masa kini atau telah hidup di masa datang. Pertanyaan ini timbul karena hampir segala sesuatu yang semula tidak terbayangkan akan terjadi pada saat ini, secara tiba-tiba muncul di hadapan kita. Masa depan seolah-olah dapat ditarik lebih cepat keberadaannya dari waktu yang semestinya, berkat kemajuan teknologi informasi.
Teknologi komunikasi dan informasi atau teknologi telematika (information and communication technology –ICT) telah diakui dunia sebagai salah satu sarana dan prasarana utama untuk mengatasi masalah-masalah dunia. Teknologi telematika dikenal sebagai konvergensi dari teknologi komunikasi (communication), pengolahan (computing) dan informasi (information) yang diseminasikan mempergunakan sarana multimedia. Masalah di Indonesia yang paling utama adalah bagaimana memecahkan masalah kesenjangan digital yang masih sangat besar dengan menumbuh-kembangkan inovasi atau teknopreneur industri telematika. Technopreneurship atau wirausaha teknologi merupakan proses dan pembentukan usaha baru yang melibatkan teknologi sebagai basisnya, dengan harapan bahwa penciptaan strategi dan inovasi yang tepat kelak bisa menempatkan teknologi sebagai salah satu faktor untuk pengembangan ekonomi nasional.
Pengusaha bidang teknologi (Technopreneur), khususnya teknologi informasi (TI) membutuhkan adanya kebebasan dalam berinovasi, tanpa harus terkekang oleh regulasi yang malah menghambat. Semakin pemerintah mengendurkan ketatnya regulasi yang mengatur gerakan grass root komunitas TI di Indonesia, maka akan memberikan dampak positif berupa tumbuhnya TI itu sendiri dan juga aspek bisnisnya. Hal ini sangat penting karena dilandasi pengalaman di lapangan, di mana seringkali terjadi benturan antara kepentingan badan usaha sebagai unit bisnis yang menuntut untuk selalu bersikap dan berperilaku sebagai wirausahawan dan melakukan perubahan-perubahan, menyesuaikan antara fakta yang ada dengan tuntutan perubahan serta memperbesar usaha, tetapi di sisi lain ada kepentingan-kepentingan Pemerintah yang mungkin saja berlawanan dengan kepentingan sebagai suatu unit bisnis. Padahal dalam technopreneurship diperlukan semangat kompetisi yang dominan, agar tidak tertinggal dari turbulensi bisnis global.
Dalam kurun waktu yang panjang, ilmu pengetahuan ditempatkan pada “kotak” tersendiri secara eksklusif, seolah-olah diasingkan dari kegiatan ekonomi. Dunia ilmu pengetahuan atau kita sebut dengan pendidikan, dianggap bukan menjadi bagian dari suatu sistem ekonomi. Dunia pendidikan dipandang sebagai suatu dunia tersendiri tempat dibangunnya nilai-nilai luhur, sementara dunia ekonomi dipandang sebagai dunia yang penuh dengan kecurangan, ketidakadilan, bahkan seolah dunia tanpai nilai (value). Cara pandang yang dikotomis tersebut, dalam kurun waktu yang lama belum dapat terjembatani secara baik. Masing-masing pihak lebih mementingkan dan meng claim sebagai pihak yang paling benar.
Yang perlu kita ketahui adalah bahwa dalam era ekonomi yang berbasis ilmu pengetahuan, pendidikan merupakan wujud dari keberhasilan pembangunan nasional suatu negara. Bahkan pendidikan dapat menjadi keunggulan daya saing suatu negara. Dengan kata lain, pendidikan memegang peran strategis dalam memajukan ekonomi bangsa. Dan hal ini telah dibuktikan oleh negara-negara industri baru seperti Singapore, Taiwan dan Malaysia, di mana dengan membangun sarana dan prasarana pendidikan secara serius dalam sepuluh tahun terakhir, kualitas kehidupan bangsa-bangsa tersebut terus meningkat.
Bagaimana dengan Indonesia ?. Selama berpuluh tahun, pendidikan dijadikan alat politik penguasa, mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Akibatnya pendidikan berjalan lamban (too slow), sehingga tidak dapat mengejar tuntutan perubahan. Pendidikan belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perubahan yang terjadi atau masih sangaPerubahan demi perubahan yang terjadi dari suatu zaman ke zaman berikutnya telah mengantarkan manusia memasuki era digital, suatu era yang seringkali menimbulkan pertanyaan : apakah kita masih hidup di masa kini atau telah hidup di masa datang. Pertanyaan ini timbul karena hampir segala sesuatu yang semula tidak terbayangkan akan terjadi pada saat ini, secara tiba-tiba muncul di hadapan kita. Masa depan seolah-olah dapat ditarik lebih cepat keberadaannya dari waktu yang semestinya, berkat kemajuan teknologi informasi.
Teknologi komunikasi dan informasi atau teknologi telematika (information and communication technology –ICT) telah diakui dunia sebagai salah satu sarana dan prasarana utama untuk mengatasi masalah-masalah dunia. Teknologi telematika dikenal sebagai
konvergensi dari teknologi komunikasi (communication), pengolahan (computing) dan informasi (information) yang diseminasikan mempergunakan sarana multimedia. Masalah di Indonesia yang paling utama adalah bagaimana memecahkan masalah kesenjangan digital yang masih sangat besar dengan menumbuh-kembangkan inovasi atau teknopreneur industri telematika. Technopreneurship atau wirausaha teknologi merupakan proses dan pembentukan usaha baru yang melibatkan teknologi sebagai basisnya, dengan harapan bahwa penciptaan strategi dan inovasi yang tepat kelak bisa menempatkan teknologi sebagai salah satu faktor untuk pengembangan ekonomi nasional.
Pengusaha bidang teknologi (Technopreneur), khususnya teknologi informasi (TI) membutuhkan adanya kebebasan dalam berinovasi, tanpa harus terkekang oleh regulasi yang malah menghambat. Semakin pemerintah mengendurkan ketatnya regulasi yang mengatur gerakan grass root komunitas TI di Indonesia, maka akan memberikan dampak positif berupa tumbuhnya TI itu sendiri dan juga aspek bisnisnya. Hal ini sangat penting karena dilandasi pengalaman di lapangan, di mana seringkali terjadi benturan antara kepentingan badan usaha sebagai unit bisnis yang menuntut untuk selalu bersikap dan berperilaku sebagai wirausahawan dan melakukan perubahan-perubahan, menyesuaikan antara fakta yang ada dengan tuntutan perubahan serta memperbesar usaha, tetapi di sisi lain ada kepentingan-kepentingan Pemerintah yang mungkin saja berlawanan dengan kepentingan sebagai suatu unit bisnis. Padahal dalam technopreneurship diperlukan semangat kompetisi yang dominan, agar tidak tertinggal dari turbulensi bisnis global.
Dalam kurun waktu yang panjang, ilmu pengetahuan ditempatkan pada “kotak” tersendiri secara eksklusif, seolah-olah diasingkan dari kegiatan ekonomi. Dunia ilmu pengetahuan atau kita sebut dengan pendidikan, dianggap bukan menjadi bagian dari suatu sistem ekonomi. Dunia pendidikan dipandang sebagai suatu dunia tersendiri tempat dibangunnya nilai-nilai luhur, sementara dunia ekonomi dipandang sebagai dunia yang penuh dengan kecurangan, ketidakadilan, bahkan seolah dunia tanpai nilai (value). Cara pandang yang dikotomis tersebut, dalam kurun waktu yang lama belum dapat terjembatani secara baik. Masing-masing pihak lebih mementingkan dan meng claim sebagai pihak yang paling benar.
Yang perlu kita ketahui adalah bahwa dalam era ekonomi yang berbasis ilmu pengetahuan, pendidikan merupakan wujud dari keberhasilan pembangunan nasional suatu negara. Bahkan pendidikan dapat menjadi keunggulan daya saing suatu negara. Dengan kata lain, pendidikan memegang peran strategis dalam memajukan ekonomi bangsa. Dan hal ini telah dibuktikan oleh negara-negara industri baru seperti Singapore, Taiwan dan Malaysia, di mana dengan membangun sarana dan prasarana pendidikan secara serius dalam sepuluh tahun terakhir, kualitas kehidupan bangsa-bangsa tersebut terus meningkat.
Bagaimana dengan Indonesia ?. Selama berpuluh tahun, pendidikan dijadikan alat politik penguasa, mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Akibatnya pendidikan berjalan lamban (too slow), sehingga tidak dapat mengejar tuntutan perubahan. Pendidikan belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perubahan yang terjadi atau masih sangat sedikit (too little). Bahkan pendidikan seringkali terlambat (too late) dalam mengadaptasi perubahan, sehingga pendidikan tertinggal dan belum mampu menjawab tantangan masa depan. Faktor penyebabnya adalah karena kebijakan yang ada disamping tambal sulam, juga dibuat secara tergesa-gesa. Bahkan pemerintah dinilai belum memiliki visi dan komitmen yang jelas tentang pendidikan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa Indonesia baru dan sedang melakukan perubahan orientasi pendidikan dari pendidikan yang berbasis akademis kepada pendidikan yang berbasis kompetensi. Disinilah pokok bahasan tentang technopreneurship tersebut perlu dikembangkan. Memang tidak mudah untuk dilaksanakan, namun menjadi sebuah tantangan bagi kita untuk memajukan bangsa ini pada masa yang akan datang. t sedikit (too little). Bahkan pendidikan seringkali terlambat (too late) dalam mengadaptasi perubahan, sehingga pendidikan tertinggal dan belum mampu menjawab tantangan masa depan. Faktor penyebabnya adalah karena kebijakan yang ada disamping tambal sulam, juga dibuat secara tergesa-gesa. Bahkan pemerintah dinilai belum memiliki visi dan komitmen yang jelas tentang pendidikan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa Indonesia baru dan sedang melakukan perubahan orientasi pendidikan dari pendidikan yang berbasis akademis kepada pendidikan yang berbasis kompetensi. Disinilah pokok bahasan tentang technopreneurship tersebut perlu dikembangkan. Memang tidak mudah untuk dilaksanakan, namun menjadi sebuah tantangan bagi kita untuk memajukan bangsa ini pada masa yang akan datang.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki
Perubahan demi perubahan yang terjadi dari suatu zaman ke zaman berikutnya telah mengantarkan manusia memasuki era digital, suatu era yang seringkali menimbulkan pertanyaan : apakah kita masih hidup di masa kini atau telah hidup di masa datang. Pertanyaan ini timbul karena hampir segala sesuatu yang semula tidak terbayangkan akan terjadi pada saat ini, secara tiba-tiba muncul di hadapan kita. Masa depan seolah-olah dapat ditarik lebih cepat keberadaannya dari waktu yang semestinya, berkat kemajuan teknologi informasi.
Teknologi komunikasi dan informasi atau teknologi telematika (information and communication technology –ICT) telah diakui dunia sebagai salah satu sarana dan prasarana utama untuk mengatasi masalah-masalah dunia. Teknologi telematika dikenal sebagai konvergensi dari teknologi komunikasi (communication), pengolahan (computing) dan informasi (information) yang diseminasikan mempergunakan sarana multimedia. Masalah di Indonesia yang paling utama adalah bagaimana memecahkan masalah kesenjangan digital yang masih sangat besar dengan menumbuh-kembangkan inovasi atau teknopreneur industri telematika. Technopreneurship atau wirausaha teknologi merupakan proses dan pembentukan usaha baru yang melibatkan teknologi sebagai basisnya, dengan harapan bahwa penciptaan strategi dan inovasi yang tepat kelak bisa menempatkan teknologi sebagai salah satu faktor untuk pengembangan ekonomi nasional.
Pengusaha bidang teknologi (Technopreneur), khususnya teknologi informasi (TI) membutuhkan adanya kebebasan dalam berinovasi, tanpa harus terkekang oleh regulasi yang malah menghambat. Semakin pemerintah mengendurkan ketatnya regulasi yang mengatur gerakan grass root komunitas TI di Indonesia, maka akan memberikan dampak positif berupa tumbuhnya TI itu sendiri dan juga aspek bisnisnya. Hal ini sangat penting karena dilandasi pengalaman di lapangan, di mana seringkali terjadi benturan antara kepentingan badan usaha sebagai unit bisnis yang menuntut untuk selalu bersikap dan berperilaku sebagai wirausahawan dan melakukan perubahan-perubahan, menyesuaikan antara fakta yang ada dengan tuntutan perubahan serta memperbesar usaha, tetapi di sisi lain ada kepentingan-kepentingan Pemerintah yang mungkin saja berlawanan dengan kepentingan sebagai suatu unit bisnis. Padahal dalam technopreneurship diperlukan semangat kompetisi yang dominan, agar tidak tertinggal dari turbulensi bisnis global.
Dalam kurun waktu yang panjang, ilmu pengetahuan ditempatkan pada “kotak” tersendiri secara eksklusif, seolah-olah diasingkan dari kegiatan ekonomi. Dunia ilmu pengetahuan atau kita sebut dengan pendidikan, dianggap bukan menjadi bagian dari suatu sistem ekonomi. Dunia pendidikan dipandang sebagai suatu dunia tersendiri tempat dibangunnya nilai-nilai luhur, sementara dunia ekonomi dipandang sebagai dunia yang penuh dengan kecurangan, ketidakadilan, bahkan seolah dunia tanpai nilai (value). Cara pandang yang dikotomis tersebut, dalam kurun waktu yang lama belum dapat terjembatani secara baik. Masing-masing pihak lebih mementingkan dan meng claim sebagai pihak yang paling benar.
Yang perlu kita ketahui adalah bahwa dalam era ekonomi yang berbasis ilmu pengetahuan, pendidikan merupakan wujud dari keberhasilan pembangunan nasional suatu negara. Bahkan pendidikan dapat menjadi keunggulan daya saing suatu negara. Dengan kata lain, pendidikan memegang peran strategis dalam memajukan ekonomi bangsa. Dan hal ini telah dibuktikan oleh negara-negara industri baru seperti Singapore, Taiwan dan Malaysia, di mana dengan membangun sarana dan prasarana pendidikan secara serius dalam sepuluh tahun terakhir, kualitas kehidupan bangsa-bangsa tersebut terus meningkat.
Bagaimana dengan Indonesia ?. Selama berpuluh tahun, pendidikan dijadikan alat politik penguasa, mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Akibatnya pendidikan berjalan lamban (too slow), sehingga tidak dapat mengejar tuntutan perubahan. Pendidikan belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perubahan yang terjadi atau masih sangaPerubahan demi perubahan yang terjadi dari suatu zaman ke zaman berikutnya telah mengantarkan manusia memasuki era digital, suatu era yang seringkali menimbulkan pertanyaan : apakah kita masih hidup di masa kini atau telah hidup di masa datang. Pertanyaan ini timbul karena hampir segala sesuatu yang semula tidak terbayangkan akan terjadi pada saat ini, secara tiba-tiba muncul di hadapan kita. Masa depan seolah-olah dapat ditarik lebih cepat keberadaannya dari waktu yang semestinya, berkat kemajuan teknologi informasi.
Teknologi komunikasi dan informasi atau teknologi telematika (information and communication technology –ICT) telah diakui dunia sebagai salah satu sarana dan prasarana utama untuk mengatasi masalah-masalah dunia. Teknologi telematika dikenal sebagai
konvergensi dari teknologi komunikasi (communication), pengolahan (computing) dan informasi (information) yang diseminasikan mempergunakan sarana multimedia. Masalah di Indonesia yang paling utama adalah bagaimana memecahkan masalah kesenjangan digital yang masih sangat besar dengan menumbuh-kembangkan inovasi atau teknopreneur industri telematika. Technopreneurship atau wirausaha teknologi merupakan proses dan pembentukan usaha baru yang melibatkan teknologi sebagai basisnya, dengan harapan bahwa penciptaan strategi dan inovasi yang tepat kelak bisa menempatkan teknologi sebagai salah satu faktor untuk pengembangan ekonomi nasional.
Pengusaha bidang teknologi (Technopreneur), khususnya teknologi informasi (TI) membutuhkan adanya kebebasan dalam berinovasi, tanpa harus terkekang oleh regulasi yang malah menghambat. Semakin pemerintah mengendurkan ketatnya regulasi yang mengatur gerakan grass root komunitas TI di Indonesia, maka akan memberikan dampak positif berupa tumbuhnya TI itu sendiri dan juga aspek bisnisnya. Hal ini sangat penting karena dilandasi pengalaman di lapangan, di mana seringkali terjadi benturan antara kepentingan badan usaha sebagai unit bisnis yang menuntut untuk selalu bersikap dan berperilaku sebagai wirausahawan dan melakukan perubahan-perubahan, menyesuaikan antara fakta yang ada dengan tuntutan perubahan serta memperbesar usaha, tetapi di sisi lain ada kepentingan-kepentingan Pemerintah yang mungkin saja berlawanan dengan kepentingan sebagai suatu unit bisnis. Padahal dalam technopreneurship diperlukan semangat kompetisi yang dominan, agar tidak tertinggal dari turbulensi bisnis global.
Dalam kurun waktu yang panjang, ilmu pengetahuan ditempatkan pada “kotak” tersendiri secara eksklusif, seolah-olah diasingkan dari kegiatan ekonomi. Dunia ilmu pengetahuan atau kita sebut dengan pendidikan, dianggap bukan menjadi bagian dari suatu sistem ekonomi. Dunia pendidikan dipandang sebagai suatu dunia tersendiri tempat dibangunnya nilai-nilai luhur, sementara dunia ekonomi dipandang sebagai dunia yang penuh dengan kecurangan, ketidakadilan, bahkan seolah dunia tanpai nilai (value). Cara pandang yang dikotomis tersebut, dalam kurun waktu yang lama belum dapat terjembatani secara baik. Masing-masing pihak lebih mementingkan dan meng claim sebagai pihak yang paling benar.
Yang perlu kita ketahui adalah bahwa dalam era ekonomi yang berbasis ilmu pengetahuan, pendidikan merupakan wujud dari keberhasilan pembangunan nasional suatu negara. Bahkan pendidikan dapat menjadi keunggulan daya saing suatu negara. Dengan kata lain, pendidikan memegang peran strategis dalam memajukan ekonomi bangsa. Dan hal ini telah dibuktikan oleh negara-negara industri baru seperti Singapore, Taiwan dan Malaysia, di mana dengan membangun sarana dan prasarana pendidikan secara serius dalam sepuluh tahun terakhir, kualitas kehidupan bangsa-bangsa tersebut terus meningkat.
Bagaimana dengan Indonesia ?. Selama berpuluh tahun, pendidikan dijadikan alat politik penguasa, mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Akibatnya pendidikan berjalan lamban (too slow), sehingga tidak dapat mengejar tuntutan perubahan. Pendidikan belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perubahan yang terjadi atau masih sangat sedikit (too little). Bahkan pendidikan seringkali terlambat (too late) dalam mengadaptasi perubahan, sehingga pendidikan tertinggal dan belum mampu menjawab tantangan masa depan. Faktor penyebabnya adalah karena kebijakan yang ada disamping tambal sulam, juga dibuat secara tergesa-gesa. Bahkan pemerintah dinilai belum memiliki visi dan komitmen yang jelas tentang pendidikan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa Indonesia baru dan sedang melakukan perubahan orientasi pendidikan dari pendidikan yang berbasis akademis kepada pendidikan yang berbasis kompetensi. Disinilah pokok bahasan tentang technopreneurship tersebut perlu dikembangkan. Memang tidak mudah untuk dilaksanakan, namun menjadi sebuah tantangan bagi kita untuk memajukan bangsa ini pada masa yang akan datang. t sedikit (too little). Bahkan pendidikan seringkali terlambat (too late) dalam mengadaptasi perubahan, sehingga pendidikan tertinggal dan belum mampu menjawab tantangan masa depan. Faktor penyebabnya adalah karena kebijakan yang ada disamping tambal sulam, juga dibuat secara tergesa-gesa. Bahkan pemerintah dinilai belum memiliki visi dan komitmen yang jelas tentang pendidikan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa Indonesia baru dan sedang melakukan perubahan orientasi pendidikan dari pendidikan yang berbasis akademis kepada pendidikan yang berbasis kompetensi. Disinilah pokok bahasan tentang technopreneurship tersebut perlu dikembangkan. Memang tidak mudah untuk dilaksanakan, namun menjadi sebuah tantangan bagi kita untuk memajukan bangsa ini pada masa yang akan datang.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki
Rabu, 16 Maret 2011
Kehidupan Anak Punk Jalanan
Beberapa minggu yg lalu ketika gw pulang dari kampus, gw sering liat anak punk jalanan bergerombol menyusuri jalanan dan salah satunya ngamen di angkot yg sedang gw tumpangi. Pikiran gw langsung bersugesti bahwa anak punk jalanan itu bagaikan orang yg cuma nyempit-nyempitin dunia yg udah padat sama populasi manusia yg selalu bertambah dan mereka bagaikan barang yg nggak punya nilai guna (manfaat) sama sekali.
Beberapa hari kemudian setelah kejadian itu, di suatu sore gw liat tayangan Uya emang kuya yg dalam episode tersebut Uya menghipnotis beberapa anak punk jalanan yg dia temukan. Uya menanyakan berbagai macam pertanyaan kepada mereka. Setelah gw memperhatikan dengan seksama tanya jawab Uya dengan para anak punk jalanan tersebut, pemikiran gw tentang anak punk jalanan berubah dan gw punya kesimpulan klo anak punk jalanan itu tercipta akibat kurang perhatiannya orang tua terhadap anaknya dan ekspektasi yg terlalu tinggi yg diharapkan orang tua kepada anaknya. Anak-anak punk jalanan beranggapan bahwa dengan mereka menjadi anak punk jalanan, mereka bisa bebas melakukan apa yg mereka mau. Tetapi kenyataan yg mereka hadapi berbeda, walaupun mereka bebas mengekspresikan diri mereka, mereka tetap tidak bisa bebas karena mereka terus dihantui oleh kejaran kamtib setempat.
Banyak pelajaran yg bisa kita ambil dari realita kehidupan anak punk jalanan, diantaranya dari kesolidaritasan mereka sesama komunitas anak punk jalanan. Dengan kesolidaritasan, mereka menunjukkan bahwa komunitas anak punk jalanan bisa eksis di tengah hiruk pikuk kota metropolitan seperti Jakarta. Sama halnya dengan kita sebagai rakyat Indonesia, jika kita ingin diakui oleh dunia bahwa Indonesia bukanlah sembarang negara yg bisa dibodohi oleh negara-negara maju, kita harus bersatu membentuk suatu kesatuan dengan kesolidaritasan tinggi dengan menyatukan niat untuk memajukan negara ini. gw yakin, jika kita melakukan hal tersebut, bukan tidak mungkin negeri ini bisa menyaingi negara adidaya layaknya Amerika Serikat.
Pelajaran lain yang bisa kita ambil dari realita kehidupan anak punk jalanan adalah bahwa anak punk jalanan berasal dari anak-anak yang kecewa atas perlakuan yg mereka dapat dari orang tua mereka, terlalu tingginya harapan yg diinginkan oleh orang tua kepada anaknya, dan kurang perhatiannya orang tua terhadap anaknya. Kita sebagai generasi muda yg akan menjadi calon orang tua harus bisa menyadari dan mempelajari hal tersebut , dengan cara seperti itu diharapkan kelak ketika kita menjadi orang tua nanti, kita bisa mendidik dan mengayomi anak-anak kita nanti dengan baik dan benar.
Minggu, 27 Februari 2011
Tugas KOMPAS
JAKARTA, KOMPAS.com
— Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto, menggelar rapat terbatas bidang politik, hukum, dan keamanan di Kantor Kementerian Politik Hukum dan Keamanan, Jakarta, Senin (7/2/2011) malam. Rapat ini akan membahas penanganan kasus kekerasan yang terjadi terhadap warga Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten.
Hadir pada rapat tersebut anggota Kabinet Indonesia Bersatu II, di antaranya Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo, dan Jaksa Agung Basrief Arief.
Selain mereka, hadir pula beberapa pejabat yang terkait dengan insiden penganiayaan tersebut, seperti Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf, Kapolda Banten Brigjen Agus Kusnadi, Kapolda Jawa Barat Irjen Suparno Parto, dan Pangdam III Siliwangi Mayjen Muldoko.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan instruksi agar jajaran pemerintah daerah dan jajaran terkait melakukan investigasi menyeluruh atas kasus yang menelan tiga korban tewas itu.
"Saya instruksikan dilakukan investigasi menyeluruh untuk mengetahui sebab akibat dan kejadian yang sebenarnya, dengan tujuan, siapa yang lalai, siapa yang bersalah, melanggar hukum, harus diberikan sanksi. Hal ini termasuk manakala sesungguhnya benturan ini bisa dicegah, tetapi pencegahan tidak cukup efektif dilakukan, baik oleh aparat keamanan maupun pemda," kata Presiden, dalam jumpa pers di Kantor Presiden, Jakarta.
Kesimpulan :
Dari artikel diatas saya menyimpulkan bahwa kepolisian kurang tanggap dalam kasus seperti ini, mengingat telah sering terjadi bentrokan antara warga ahmadiyah dengan masyarakat non ahmadiya. Seharusnya kepolisian menempatkan anggotanya ditempat-tempat rawan bentrokan, atau kepolisian membuat pos-pos bayangan di kampung/pemukiman warga ahmadiyah. Terlepas dari itu warga ahmadiyah khususnya pemimpin agama agar sering berkordinasi dengan aparat setempat. Dan warga pun harusnya dapat menahan diri untuk tidak berbuat anarkis seperti itu.
— Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto, menggelar rapat terbatas bidang politik, hukum, dan keamanan di Kantor Kementerian Politik Hukum dan Keamanan, Jakarta, Senin (7/2/2011) malam. Rapat ini akan membahas penanganan kasus kekerasan yang terjadi terhadap warga Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten.
Hadir pada rapat tersebut anggota Kabinet Indonesia Bersatu II, di antaranya Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo, dan Jaksa Agung Basrief Arief.
Selain mereka, hadir pula beberapa pejabat yang terkait dengan insiden penganiayaan tersebut, seperti Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf, Kapolda Banten Brigjen Agus Kusnadi, Kapolda Jawa Barat Irjen Suparno Parto, dan Pangdam III Siliwangi Mayjen Muldoko.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan instruksi agar jajaran pemerintah daerah dan jajaran terkait melakukan investigasi menyeluruh atas kasus yang menelan tiga korban tewas itu.
"Saya instruksikan dilakukan investigasi menyeluruh untuk mengetahui sebab akibat dan kejadian yang sebenarnya, dengan tujuan, siapa yang lalai, siapa yang bersalah, melanggar hukum, harus diberikan sanksi. Hal ini termasuk manakala sesungguhnya benturan ini bisa dicegah, tetapi pencegahan tidak cukup efektif dilakukan, baik oleh aparat keamanan maupun pemda," kata Presiden, dalam jumpa pers di Kantor Presiden, Jakarta.
Kesimpulan :
Dari artikel diatas saya menyimpulkan bahwa kepolisian kurang tanggap dalam kasus seperti ini, mengingat telah sering terjadi bentrokan antara warga ahmadiyah dengan masyarakat non ahmadiya. Seharusnya kepolisian menempatkan anggotanya ditempat-tempat rawan bentrokan, atau kepolisian membuat pos-pos bayangan di kampung/pemukiman warga ahmadiyah. Terlepas dari itu warga ahmadiyah khususnya pemimpin agama agar sering berkordinasi dengan aparat setempat. Dan warga pun harusnya dapat menahan diri untuk tidak berbuat anarkis seperti itu.
Langganan:
Postingan (Atom)